Kejari Muarojambi Gelar “Jaksa Menyapa” Dengan Tema Restorative Justice
HALOINDONESIANEWS, MUAROJAMBI-Kejaksaan negeri Muaro Jambi kembali melaksanakan kegiatan Jaksa Menyapa yang disiarkan secara langsung oleh Radio Kedaton 98,3 FM yang berlokasi di perkantoran Bupati Muarojambi Bukit Cinto Kenang, Jum’at (25/02/2022)
Dengan pembawa acara Ety Yusmala S.Hum Hadir mewakili Kejaksaan Negeri Muaro Jambi sebagai narasumber Ahmad Fauzan S.H,.MH Kasi Intelijen dan Arge Arif Suprabowo,S.H,M.H Kepala Sub Seksi Penuntutan, Eksekusi dan Eksaminasi , kali ini mengusung tema Restorative Justice yang merupakan suatu pendekatan yang lebih menitikberatkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana serta korbannya sendiri.
Ahmad Fauzan Kasi Intel Kejari Kabupaten Muaro Jambi mengatakan “Restorative Justice itu sendiri memiliki makna keadilan yang merestorasi, Restorative meliputi pemulihan hubungan antara pelaku dan pihak korban,
Pemulihan hubungan ini didasarkan atas kesepakatan bersama antara pelaku dan korban. Pihak korban dapat menyampaikan mengenai kerugian yang diderita dan pelaku pun diberi kesempatan untuk menebusnya melalui mekanisme ganti rugi, perdamaian, kerja sosial maupun kesepakatan-kesepakatan lainnya.” Ujar Kasi Intel
Baca juga:
Adanya Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, di mana dalam ketentuan ini tertuang syarat-syarat perkara dan pelaku agar dapat dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif.
Dengan demikian, untuk menghentikan penuntutan, maka Jaksa perlu mempertimbangkan sejumlah hal, seperti subjek, objek, kategori, dan ancaman tindak pidana; latar belakang terjadinya tindak pidana; tingkat ketercelaan; kerugian atau akibat yang ditimbulkan dari tindak pidana; serta cost and benefit penanganan perkara.
Keadilan restoratif adalah konsep pemikiran yang merespon pengembangan sistem peradilan pidana dengan menitikberatkan pada ketertiban masyarakat dan korban yang merasa terpinggirkan oleh mekanisme kerja sistem peradilan pidana saat ini Seiring dengan perkembangan dan dinamika hukum, keadilan restoratif telah diakomodir dalam Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Pengehentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif memuat tentang mekanisme pengehentian penuntutan bersumber pada keadilan restoratif. Dimana ialah salah satu wujud proses penyelesaian masalah pidana dalam sistem peradilan pidana yakni dalam tahap penuntutan.
Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif ini terbilang peraturan baru dalam proses peradilan perkara pidana. Dalam peraturan ini mengatur tentang proses penghentian suatu perkara pidana dengan syarat-syarat tertentu. Penghentian perkara pidana ini lebih ditujukan pada tindak pidana ringan dengan maksud untuk mengedepankan pemulihan keadaan melalui keadilan restoratif. Keadilan restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan yang melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku atau korban, dan pihak lain secara langsung terkait dengan penyelesaian perkara pidana bersama-sama mencari penyelesaian yang adil berorientasi pada pemulihan kembali keadaan semula dan bukan pembalasan.
Namun hal ini juga masih baru dalam hukum Indonesia. Sehingga masih menimbulkan permasalahan dalam proses penerapannya terutama dalam pelaksanaan penghentian penuntutan yang didasarkan pada konsep keadilan restoratif ini.
Ditambahkan oleh Arge Arif Suprabowo,S.H,M.H Kepala Sub Seksi Penuntutan, Eksekusi dan Eksaminasi Kejaksaan Negeri Muaro Jambi “Pertimbangan diterbitkannya Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 yaitu Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan harus mampu mewujudkan kepastian hukum, ketertiban hukum, keadilan, dan kebenaran berdasarkan hukum dan mengindahkan norma keagamaan, kesopanan, dan kesusilaan, serta wajib menggali nilai-nilai kemanusian, hukum dan keadilan yang hidup dimasyarakat.

Penyelesaian perkara tindak pidana dengan mengedepankan keadilan restoratif yang menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan keseimbangan perlindungan dan kepentingan korban dan pelaku tindak pidana yang tidak berorientasi pada pembalasan merupakan suatu kebutuhan hukum masyarakat dan sebuah mekanisme yang harus dibangun dalam pelaksanaan kewenangan penuntutan .
Menurut Pasal 1 ayat (1) Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif menyatakan bahwa: “Keadilan restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban dan keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan”.
Secara garis besar keadilan restoratif yang merupakan penyelesaian tidak semata-mata menerapkan keputusan tentang siapa yang menang dan siapa yang kalah. Proses keadilan restoratif mencari suatu fasilitas untuk berdialog antara segala pihak yang terdampak oleh kejahatan termasuk korban, pelaku, pihak yang terkait dan keseluruhannya.
Hal ini melibatkan proses bahwa semua pihak yang berisiko dalam kejahatan tertentu secara bersama- sama berusaha untuk menyelesaikan secara kolektif bagaimana menangani persoalan setelah terjadinya kejahatan dan implikasinya di masa depan. Keadilan restoratif berusaha melibatkan para pelaku dalam memperbaiki kerugian kerusakkan yang disebabkan oleh pelaku kriminal mereka sendiri bersama korban, masyarakat dan keluarga mereka,
Sebagai contoh kasus, Kejaksaan Negeri (Kejari) Muaro Jambi telah melaksanakan penyelesaian perkara dengan cara restorative justice. Restorative justice ini diberikan kepada Andi bin Abdul Mutalib warga Muaro jambi yang kebetulan pada beberapa waktu lalu membeli sebuah handphone dari dua orang terpidana atas nama Selamet dan Suwarno.
Penyelesaian perkara dengan sistem keadilan Restoratif Justice itu sesuai Perintah Jaksa Agung yang tertuang dalam Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan, Penghentian Penuntutan perkara tindak pidana penadahan dengan tersangka, Andi bin Abdul Mutalib berdasarkan keadilan restoratif.
Penghentikan ini telah memenuhi semua persyaratan yang diamanatkan. Seperti, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, tindak pidana diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun, kemudian telah ada kesepakatan perdamaian antara korban dan tersangka.
Kejaksaan Negeri Muaro Jambi akan membentuk kampong RJ sebagai tempat pelaksanaan musyawarah mufakat dan perdamaian untuk menyelesaikan masalah / perkara pidana yang terjadi dalam masyarakat, yang dimediasikan oleh Jaksa dengan disaksikan para tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh adat setempat.
Adapun tujuan dibentuknya Kampung RJ adalah terselesaikannya penanganan perkara secara cepat, sederhana dan biaya ringan, serta terwujudnya kepastian hukum yang lebih mengedepankan keadilan yang tidak hanya bagi tersangka, korban dan keluarganya, tetapi juga keadilan yang menyentuh masyarakat, dengan menghindarkan adanya stigma negatif.
Pembentukan Kampung Restorative Justice bukan dimaksudkan untuk menyelesaikan semua masalah yang terjadi dimasyarakat, tetapi terbatas pada permasalahan hukum pidana yang terjadi pada masyarakat dalam rangka mengeliminir perkara ringan untuk diselesaikan melalui perdamaian yang dimediasikan oleh Jaksa, oleh karena itu dengan adanya kampung RJ semua persoalan langsung bisa dibicarakan secara adat kampung dengan melibatkan tokoh adat, tokoh agama, untuk bersama-sama menyelesaikan masalah tersebut dengan adanya kampung RJ.
Maka terkait persoalan Hukum Pidana dimasyarakat tidak selalu berujung ke Pengadilan. Karena dapat dilakukan Restorative Justice dengan syarat-syarat sebagaimana tercantum dalam PERJA NO 15 TAHUN 2020 tentang Restorative Justice.
(Janiarto)
Discussion about this post