Program Excavator Dillah-MT Tiru Program Zumi Zola
Oleh: Febriyansah,S.E.,M.M (Akademisi)
Program Excavator yang diusulkan pasangan Dillah-MT dengan gagasan mengalokasikan satu alat berat untuk tiga desa atau kelurahan tampaknya terinspirasi dari kebijakan “1 kecamatan 1 Excavator” yang pernah diterapkan Zumi Zola saat menjadi Gubernur Jambi. Namun, di tengah situasi keuangan daerah yang sedang mengalami tekanan, program ini terasa sangat tidak realistis dan berpotensi membebani APBD tanpa menghasilkan manfaat yang signifikan.
Menguras Anggaran Operasional
Dengan pengadaan 31 unit excavator, pemerintah daerah harus menanggung biaya operasional yang cukup besar. Setiap excavator akan memerlukan biaya bahan bakar, perawatan, dan gaji operator, yang jika dijumlahkan mencapai sekitar Rp 11,53 miliar per tahun. Beban anggaran sebesar ini jelas tidak sepadan dengan hasil yang bisa diharapkan, terutama jika melihat urgensi permasalahan infrastruktur jalan dan jembatan yang jauh lebih mendesak untuk diperbaiki.
Fokus Pembangunan yang Tidak Tepat
Di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, kondisi jalan dan jembatan yang buruk menjadi permasalahan utama yang menghambat mobilitas dan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Mengarahkan anggaran untuk pembelian dan operasional excavator justru akan mengesampingkan upaya perbaikan infrastruktur vital ini. Infrastruktur yang baik akan mendukung pertumbuhan ekonomi daerah, sementara excavator hanya akan memberikan solusi jangka pendek yang tidak produktif jika tidak digunakan dengan bijak dan tepat sasaran.
Zumi Zola vs. Dillah-MT: Perbedaan Kondisi
Pada era Zumi Zola, kebijakan 1 kecamatan 1 Excavator masih bisa dianggap rasional karena kondisi keuangan provinsi Jambi saat itu cukup kuat, dan program tersebut memang dirancang untuk mendukung sektor agrikultur dan perkebunan yang menjadi tulang punggung ekonomi di berbagai kecamatan. Selain itu, infrastruktur dasar pada masa itu sudah lebih baik, sehingga alat berat tersebut lebih difungsikan untuk menopang kegiatan produktif di sektor pertanian.
Namun, program Dillah-MT kali ini diusulkan di tengah keterbatasan keuangan daerah. Sementara kebutuhan masyarakat saat ini lebih terfokus pada pembangunan infrastruktur dasar seperti jalan dan jembatan, pengadaan excavator justru akan menyedot dana yang seharusnya bisa digunakan untuk proyek-proyek infrastruktur yang lebih mendesak dan memberikan dampak luas.
Beban APBD yang Tidak Seimbang
Program ini akan menguras APBD dengan biaya operasional yang besar dan tidak produktif. Setiap unit excavator memerlukan anggaran besar untuk bahan bakar, perawatan, dan gaji operator, tanpa memberikan dampak yang jelas terhadap pembangunan ekonomi daerah. Sebaliknya, anggaran sebesar Rp 11,53 miliar per tahun ini seharusnya bisa dialihkan untuk menyelesaikan proyek infrastruktur dasar yang jauh lebih mendesak dan produktif.
Program Excavator yang diusung oleh Dillah-MT tampak sebagai kebijakan yang tiru-tiru tanpa memperhitungkan situasi dan kebutuhan riil Kabupaten Tanjung Jabung Timur saat ini. Alih-alih mempercepat pembangunan daerah, program ini hanya akan menjadi beban berat bagi APBD yang minim, tanpa dampak positif yang signifikan.
Discussion about this post